Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Mekanisme dan Pro-Kontra Pemakzulan Presiden

pemakzulan Jokowi

Editor:

Jakarta – Belakangan ini ramai berita tentang Pemakzulan Presiden Jokowi. Sejumlah tokoh mengatasnamakan petisi 100 menyuarakan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pelengseran Presiden Jokowi.

Tokoh-tokoh tersebut diantaranya Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jendral TNI Marsekal (Purn) Suharto. Menurut pengakuan Mahfud MD, terdapat 22 orang yang datang pada dirinya dan menyampaikan pendapatnya.

“Ada 22 orang (yang datang). Mereka menyampaikan, tidak percaya, pemilu ini berjalan curang. Oleh sebab itu nampaknya sudah berjalan kecurangan-kecurangan. Sehingga mereka minta ke Menko Polhukam untuk melakukan tindakan, melalui desk pemilu yang ada,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Kejadian ini menuai pro-kontra. Sebagian berpendapat bahwa pemakzulan Jokowi akan terwujud dengan beberapa mekanisme dan bagian yang lain berpendapat bahwa gerakan tersebut sulit diwujudkan.

Tanggapan Tokoh

Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin selaku Anggota Komisi I DPR RI berpendapat, proses pemakzulan Jokowi dapat diakomodir melalui hak angket DPR.

Menurutnya, terdapat lima partai politik yang merasa dicurangi dalam pemilu 2024 ini. Mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan jumlah kursi 128 di DPR, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 19 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 58 kursi, dan Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) 50 kursi.

Dari keseluruhan jika dijumlah, menurut TB Hasanuddin, akan mencapai 314 kursi di parlemen. Sedangkan, jumlah kursi koalisi yang mendukung Jokowi 261. Terhitung dari Gerindra 78 kursi, Golkar 85 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) 44 kursi, dan Partai Demokrat 54 kursi.

Oleh karena itu, lanjut TB Hasanuddin, jika merujuk pada UU 17 Tahun 2014, Keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR. Dengan jumlah 314 suara di perlemen dinyatakan telah memenuhi syarat.

“Jumlah anggota DPR saat ini 575 orang. Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro Jokowi. Bila merujuk UU 17 tahun 2014, di mana keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir, maka 314 suara sudah sangat mencukupi,” jelas TB Hasanuddin dalam keterangan persnya, Kamis (22/2/2024).

TB Hasanuddin mengungkapkan terdapat tiga alasan presiden dapat dimakzulkan yaitu melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana, perbuatan tercela dan tidak mampu lagi menjadi presiden.

Menurutnya, Jokowi telah melakukan tindak pidana dan perbuatan tercela. Salah satu alasannya, karena Jokowi cawe cawe dalam pemilu 2024.

Baca Juga : Posisi Elektabilitas Dibawah Prabowo dan Ganjar, Anies Tak Mau Ambil Pusing

“Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe Pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana,” tuturnya.

Berbeda dengan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Dia berpendapat bahwa ketidak puasan dalam pemilu seharusnya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan di DPR.

Dia juga menjelaskan tentang hak angket. Menurutnya, hal tersebut memang diatur dalam pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Namun, penjelasan dari UUD tersebut, menurut Yusril, mengatur fungsi DPR dalam urusan pengawasan yang bersifat umum, tidak spesifik.

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi,” ujar Yusril dalam keterangan pers, Jumat (23/2/2024).

Lebih lanjut, Yusril memaparkan pasal 24C UUD 1945. Dimana, ia berpendapat bahwa dalam UUD tersebut menyatakan bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilu.

Mekanisme Pemakzulan Presiden

Proses pemakzulan atau pemberhentian presiden telah diatur dalam UUD 1945 pasal 7B. Untuk menurunkan seorang presiden terdapat beberapa tahapan. Selain itu, juga harus melibatkan banyak pihak.

Pertama, usulan pemberhentian presiden dan/ wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan terlebih dahulu meminta kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/ Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran.

Kedua, pengajuan DPR pada MK dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.

Ketiga, MK wajin memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya pendapat DPR dengan jangka waktu paling lama 90 hari, terhitung dari MK menerima permintaan DPR.

Keempat, apabila MK memtuskan Presiden dan/ Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum, DPR melakukan sidang paripurna untuk meneruskan usulan pemberhentian Presiden dan/ Wakil Presiden ke MPR.

Kelima, MPR wajib melaksanakan sidang untuk memutuskan usulan DPR itu paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usulan dari DPR.

Keenam, Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

Kabarbaru TV

Kabarbaru Network

Realtime.co.id | 2024

Menyajikan berita Indonesia yang membangun, menginspirasi, dan berpositif thinking berdasarkan jurnalisme positif.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store