Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Pelaminan Bukan Tempat Bermain Anak

Editor:

Oleh : M Noval Pratama

realtime.co.id – Pernikahan di bawah umur merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh karena itu, akan melahirkan bentuk kekerasan baru terhadap perempuan dan anak. Kekerasan tersebut terus berlangsung dan dilestarikan sehingga dianggap sesuatu yang lumrah oleh Masyarakat.

Menikahkan anak dibawah umur 18 tahun ialah tradisi yang telah berlangsung lama di Indonesia. Tradisi ini tidak boleh dipertahankan karena berbagai data dan fakta membuktikan bahwa pernikahan di bawah umur hanya menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan perempuan dan anak-anak.

Indonesia masuk dalam kategori negara dengan jumlah pernikahan dini yang sangat tinggi. World Fertility Policies United Nation menempatkan Indonesia di urutan ke-37 dari 73 negara dengan pernikahan di bawah umur tertinggi di dunia, sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi kedua setelah kamboja.

Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia menyebutkan sekitar 2 juta perempuan Indonesia di bawah 15 tahun telah menikah dan putus sekolah. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan sekitar 1.000 anak perempuan dinikahkan setiap harinya.

Survei BPS tahun 2017 tentang persentase perempuan berumur 20-24 tahun yang nikah dibawah 18 tahun menyebutkan bahwa sebaran angka perkawinan di bawah umur di atas 10 persen berada di seluruh provinsi di Indonesia dan di atas 25 persen berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa 67 persen wilayah di Indonesia darurat pernikahan usia dini. Perempuan di Indonesia memungkinkan menikah pada usia di bawah 18 tahun karena Undang-Undang Perkawinan (UU No 1 Tahun 1974) mengatur usia perkawinan perempuan adalah 16 tahun sehingga menikah pada umur tersebut legal secara hukum. Akan tetapi, tidak secara perspektif perempuan dan anak.

Perempuan yang menikah di usia dini akan melahirkan anak dengan jumlah banyak dan jaraknya pun terhitung sangat dekat. Jika kemampuan ibu dalam merawat dan mengasuh anak rendah maka anak-anak yang tumbuh dan berkembang di tangannya tidak dapat diharapkan menjadi anak yang berkualitas.

Rumah tangga yang dibangun oleh pasangan di bawah umur akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah karena belum dewasa dan belum siap berumah tangga sehingga dalam mengelola masalah sangat rendah. Sering kali di temukan di media sosial, perempuan-perempuan muda yang menikah di bawah umur mempublish kondisi rumah tangganya, bahkan aib keluarga.

Kondisi perempuan yang telah menikah muda akan lebih parah ketika terjadi perceraian. Dengan latar pendidikan rendah dan keterampilan yang pas-pasan, mereka akan menghadapi masalah baru, yaitu menghidupi dirinya dan anaknya seorang diri. Oleh karena itu, mereka akan masuk ke lapangan kerja pada sektor informal dan beresiko.

Telah banyak kasus yang menimpa ibu-ibu muda menjadi korban trafficking yang dipaksa masuk dalam industri prostitusi menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan bayaran yang murah atau dalam bentuk jeratan utang. Sebagian dari perempuan ini juga menderita penyakit seksual menular sehingga sakit-sakitan dan semakin miskin di usia tua.

Selain itu, Pernikahan usia dini juga menutup potensi dan masa depan anak. Mereka akan putus sekolah dan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Oleh karena itu, menghentikan perkawinan dini adalah jalan untuk memberi hak-hak dan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensinya yang nantinya akan melahirkan generasi kuat dan berkualitas. Maka dari itu, “Stop Perkawinan Anak, Pelaminan Bukan Tempat Bermain Anak”.

Alasan para orang tua melakukan pernikahan dini pada anaknya adalah kemiskinan. Dengan begitu, Mereka berharap dapat memperbaiki perekonomian anaknya. Namun, alih-alih keluar dari kemiskinan, perkawinan anak justru melahirkan keluarga miskin baru atau disebut pelestari kemiskinan.

Selain melestarikan kemiskinan, rumah tangga yang dibangun oleh hasil pernikahan dini, baik salah satunya atau keduanya di bawah umur, adalah rumah tangga yang sangat rentan. Mereka belum siap merawat dan mengasuh anak sehingga rentan menjadi pelaku kekerasan. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan, anaknya akan menerima tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri.

Penulis adalah Mahasiswa Prodi Hukum Pidana Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)

Kabarbaru TV

Kabarbaru Network

Realtime.co.id | 2024

Menyajikan berita Indonesia yang membangun, menginspirasi, dan berpositif thinking berdasarkan jurnalisme positif.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store