Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Yusril Dipandang Dapat Menggantikan Peran Hatta Sebagai Wakil Presiden

Editor:

Jakarta, realtime.co.id – Fahri Bachmid selaku pakar hukum tata negara dan konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar meminta Prabowo Subianto untuk memilih Wakil Presidennya tidak hanya untuk menaikkan elektabilitas. Alasannya, karena posisi wakil presiden bukan hanya sebagai ban serep presiden.

Fahri berpendapat bahwa wapres memiliki peran aktual dalam menata dan mengelola negara dengan benar. Hal itu, menurut Fahri, sesuai dengan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden.

Bunyi dari sumpah jabatan tersebut ialah memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan baik dan adil, memegang teguh UUD 1945, menjalankan segala undang-undang dan peraturannya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

Fahri menilai yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah Yusril Ihza Mahendra. Sebagai teknokrat, Yusril dipandang olehnya dapat memainkan peran konstitusional sebagai wakil presiden dengan baik.

Ia yakin, jika Yusril di jadikan wapres, dia akan fokus mengurus dan menata negara dengan cara membangun sistem yang kuat,  menata birokrasi serta membenahi mekanisme dan sistem ketatanegaraan yang ada.

Terlebih, ia mengungkapkan bahwa produk amandemen UUD 1945 masih memiliki sejumlah persoalan yang membutuhkan kajian dan perbaikan melalui upaya konstitusional dengan cara amandemen kelima UUD 1945.

“Nah, persoalan ini adalah pekerjaan serius yang membutuhkan konsentrasi, kehati-hatian yang tinggi, serta upaya konsolidasi sistemik yang melibatkan lembaga-lembaga negara terkait untuk mengerjakannya,” ujar Fahri saat mengisi Diskusi Publik, pada Rabu (4/10).

Menurut Fahri, hal tersebut merupakan sesuatu yang krusial. Oleh karena itu, dibutuhkan peran wapres yang mempuni. Kriteria wapres yang dimaksud adalah seorang cendekiawan andal yang menguasai teknis hukum tata negara seperti pada figur Yusril.

Jadi, dalam memilih sosok wakil presiden, menurut Fahri bukan hanya atas pertimbangan elektoral yang orientasinya pada kepentingan menang kalah.

“Bukan kebutuhan elektoral atau elektoralisme semata yang hanya berorientasi pada kepentingan menang-kalah dalam pemilu,” kata Fahri.

Fahri menjelaskan bahwa praktek pengisian jabatan wapres menggunakan konsep meritokrasi pernah terjadi dalam sejarah Indonesia, yakni melalui kehadiran dwitunggal Soekarno-Hatta. Menurutnya Soekarno sebagai ‘solidarity maker’ di awal kemerdekaan dan Hatta sebagai administrator negara.

“Prinsip meritokrasi dalam menentukan wakil presiden membuka kesempatan yang setara bagi setiap figur potensial yang cakap dan teknokratis untuk menyelenggarakan pemerintahan secara benar demi mencapai tujuan-tujuan negara,” ujarnya.

Fahri mengingatkan, eksistensi presiden dan wakil presiden sebagai lembaga negara dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia mempunyai kedudukan serta peran yang sangat vital dan strategis.

Kabarbaru TV

Kabarbaru Network

Realtime.co.id | 2024

Menyajikan berita Indonesia yang membangun, menginspirasi, dan berpositif thinking berdasarkan jurnalisme positif.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store